Disampaikan oleh Paox Iben Mudhaffar pada Ruwatan Daulat Budaya Nusantara Titik 1, Kediri 26 September 2023
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sebelumnya mari kita bersama sama berdoa menurut agama dan kepercayaan masing masing, semoga acara sekarang ini lancar, dan apa yang di hajatkan qobul. Karena ini adalah acara yang sangat penting dan sangat sakral. Mari bersama sama, untuk yang beragama Islam, membaca Al Fatihah : Audzubillahiminasyaitonirojim, Bismillahir-rahmanir-rahim, Al-hamdu lillahi rabbil-‘alamin, Ar-rahmanir-rahim, Maliki yaumid-din, Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Ihdinas-siratal-mustaqim, Siratallazina an’amta ‘alaihim gairil-magdubi ‘alaihim wa lad-dallin. Alhamdulillah. Alhamdulillahirrabbilalamin. Salatu wassalamu ala rasulillah. Allahumma sholli ala Muhammad wa ala ahli Muhammad.
Yang saya hormati para sepuh, para pini sepuh, para alim, para ulama, para auliya. Kediri ini adalah para auliya. Biasanya tempat kalok banyak aulia-nya ini tempat yang keramat. Yang saya hormati juga para tokoh masyarakat wabil khusus dari Pondok Alam Gus Benny, dari Indika Energi, Pak Dalang, Ki Dalang Sujiwo Tejo, dan seluruh waranggono, sinden, kru, warga, masyarakat semuanya.
Saya tadi dibawah di tanya, ini acara apa ini, Mas Yai ? Apa ini kaitannya dengan maulud ? Saya jawab iya. Karena memang Alhamdulillah malam ini kita bisa berkumpul juga bersamaan dengan bulan yang sangat mulia. Bulan suci juga kalau dalam konteks umat Islam. Merayakan kelahiran Nabi Besar, Nabi Pamungkas Satrio Pinileh. Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Dan itu nyambung nanti dengan cerita wayang ini. Wahyu Widayat itu cerita tentang kelahiran Abimanyu. Satrio Gung yang berakhlak dan berbudi mulia. Jadi ceritanya nyambung. Jadi acara ini tema besarnya Daulat budaya Nusantara.
Kenapa Daulat? dan Daulat itu apa?
Penjelasan Daulat Budaya Nusantara
Daulat budaya Nusantara. Kenapa Daulat ? Ya karena kita menjadi bangsa, menjadi besar itu karena berdaulat. Dan daulat itu apa? Rasa keutuhan, seutuhnya, kesempurnaan. Daulat Budaya Nusantara. Budaya ini bukan hanya tentang kesenian, tentang wayang. Apapun yang kita lakukan sebagai manusia itu ya, kebudayaan, budaya, saqofah dalam bahasa Arab itu. Semua tindakan, jenengan macul, jenengan nedo, ini budaya. Karena budayanya orang Jawa, budaya makannya orang Jawa dengan orang Bima, dengan orang Sulawesi itu berbeda. Kalau orang Bima makan itu, sopanya itu ya kakinya harus diangkat, yang perempuan. Kalau di Jawa itu tidak mungkin. Artinya apa? Ada keragaman.
Indonesia ini 17 ribu pulau. Cobi, jenengan ngitung setunggal, kalih tiga, ngantos pitulasewu, nggambleh niku. 17.000 pulau, 6.000 yang terhuni. Nem ewu yang ada menungsone, yang dihuni manusia itu ada 6.000 pulau dari 17.000 pulau. Itu belum termasuk atol, pulau-pulau karang kecil yang tidak ada airnya itu. Kita memiliki 1.352 suku yang tercatat. Padahal yang belum tercatat banyak. Misalnya di Pulau Alor sana, di NTT sana itu, pulau-nya kira-kira ya samalah dengan Kabupaten Kediri dan Kota Kediri ketika digabung. Itu ada 42 suku dan 18 bahasa. Bayangkan niku, dalam satu pulau sekecil itu, kecil karena ukurannya, mungkin ya hanya Kota Kediri dan Kabupaten Kediri digabung. Itu 42 suku, 18 bahasa. Dados, kekayaan utama Indonesia itu ya, selain kekayaan alam, ya kekayaan kebudayaan.
Dan kebudayaan inilah yang menyatukan kita dari Sabang sampai Merauke.
Dan kebudayaan inilah yang menyatukan kita dari Sabang sampai Merauke. Karena itu Daulat Budaya Nusantara ini itu di hajatkan juga untuk sebagai ruwatan. Insya Allah nanti ada sembilan titik, sembilan daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dan titik pertama ini, ya enggak tahu, ini Isarohnya kok di Kediri ? Kenapa ? Ada apa dengan Kediri ? kan pertanyaannya begitu. Nanti ada di Pidie, ada di Kepulauan Anambas, lalu ada di Purwakarta, Jawa Barat, di Jepara, di Pulau Alor, di Ternate, di Papua nanti juga ada, di Nusantara. Memang ada apa ? Kenapa harus diruwat ? Apa dunia saat ini sedang tidak baik-baik saja ? Bukannya dari dulu ya dunia itu ya begini-begini saja. Kadang baik, kadang enggak. Kadang perang, kadang ada yang kelaparan, kadang ada gunung meletus. Manusianya kadang ya ada yang ongel golek pangan, ada yang ongel golek jodoh. Kenapa diruwat ?
Dados kalau dalam teori antropologi itu kan ada nature dan culture. Nature itu ya apa yang dilakukan alam. Kemudian culture itu apa yang dilakukan manusia. Hubungan keduanya itu sering tidak harmonis. Kalau di masa lalu alam terlalu dominan. Di masa sekarang jelas kebalikannya. Manusia yang terlalu dominan sehingga mengerdilkan alam. Maka harus dibuat semacam jembatan penghubung. Titik kompromi, negosiasi. Para leluhur kita itu menciptakan satu mekanisme untuk membalansinkan (menyeimbangkan), itu namanya ruwat. Ruwatan itu ada di seluruh budaya Nusantara. Bukan hanya di Jawa. Di suku Bajo itu ada upacara namanya tiba rakit. Itu juga sama. Ruwatan. Yang umum adalah motong kepala kerbau. Yang umum, dan itu ada di seluruh wilayah dunia, bukan hanya di Indonesia. Mencoba membalansingkan antara kerja alam dan kerja manusia. Nah, ini apakah alam sedang baik-baik saja ? Ya tidak. Niki sak meniko sudah mulai ketinggal. Kemarau panjang, panas yang berlebihan, beberapa daerah tumbang.
Lalu orang-orang di dunia internasional bicara tentang global climate change. Perubahan iklim global. Kalau suhu naik 2 derajat saja seperti sekarang itu dampaknya apa ? Minimal uang jajanan anak-anak naik. Uang jajanan anak-anak naik. Padahal ekonomi sedang sulit. Belum kebutuhan-kebutuhan lainnya. Mintanya es terus, terus anaknya sakit. Tambah. Bar kuwi, orang tua ini sering padu (cekcok). Suhu panas. Kalau rumah tangga sudah goyah, kampungnya goyah. Negara ini bubrah. Itu dari hal yang terkecil, suhu naik 2 derajat celcius saja. Itu panjang. Kalok anak-anak banyak jajan, banyak sampah di mana-mana. Produksi meningkat, kebutuhan pangan meningkat. Akhirnya hutan jadi lahan. Perumahan dimana mana berdiri, menggeser sawah. Kalau satu pohon tumbang 3000 liter, debit air hilang. Kalau satu gunung, Di Gunung Klotok ini, berapa pohon yang sudah hilang. Satu Kediri bisa kering. Kalau kering, ya sudah pasti akan muncul banyak sekali sengkolo. Kejahatan meningkat. Semua orang memikirkan diri sendiri, tidak peduli dengan orang lain.
Nah, tanda-tanda alam ini sebenarnya sudah jelas. Dan itu semua ya akibat ulah kita, ulah manusia. Karena itu memang harus ada pola sinkronisasi, mensinkronkan antara kehidupan kita sebagai manusia dan kehidupan alam raya. Karena penghuni alam itu ya bukan hanya manusia. Wong Islam datang itu kan rahmat bagi sekalian alam. Ya semut, ya walang, ya tumo, ya demit, jin, setan, sak konco-koncone. Nah itu semuanya harus diharmonikan. Itulah pentingnya acara malam ini. Lalu kenapa pilihannya itu di Kediri, bil khusus, wonten mriki, kaki Gunung, Klotok ? Kalok secara isyarohnya, saya tanya Gus Benny, kok di Kediri ? Ya ndak tau, njenengan (saya) yang tau jawab Gus Benny. Lho ini gimana ya penjelasannya.
Titik awal Nusantara ini ya, dari Kediri. Kok bukan Borobudur ?
Penjelasan pemilihan Titik Pertama Ruwatan
Ya, kalau kita buka-buka kitab lagi, kita baca-baca lagi. Titik awal Nusantara ini ya, dari Kediri. Kok bukan Borobudur ? Kan Borobudur lebih lama. Ya, Borobudur itu sekitar abad ke-8 Masehi. Bahkan jauh sebelum dibangun Candi Borobudur itu, dulunya adalah danau, yang di tengah-tengahnya ada pulau kecil, lalu didirikan tempat pemujaan. Ketika Hindu-Buddha datang, lalu tempat itu dijadikan Candi Hindu. Kemudian diganti Buddha. Tapi kala itu, kebudayaan yang berkembang itu masih kebudayaan India, Sanskrit. Kalau cara bahasa kasarnya saya itu, ya kita masih dijajah oleh kebudayaan Sanskrit. Jadi kalau kita ngomong kolonialisme itu bukan hanya Belanda. Dimulai dari apa ? India. Di India itu ada empat kasta. Lima bahkan, suku Paria. Jadi orang-orang pribumi itu ya di pariakan.
Nah, tahun 1060, Merapi meletus. Kontraksi magmatik itu kemudian membuat bumi panas, danau di sekitar Borobudur itu mengering. Lalu terjadi banyak konflik, rebutan sumber daya alam dan segala macam. Akhirnya Empu Sindok memindahkan pemerintahannya ke Jawa Timur mriki. Mataram Kuno menjadi Medang Kuripan. Yang istimewa bukan di situ. Nanti di era Prabu Jayabaya, tahun 1100, Prabu Jayabaya itu berhasil menjawanisasi atau menusantaranisasi seluruh kebudayaan India. Terutama wayang. Itu yang tadinya, itu hanya untuk kalangan elit dan menggunakan bahasa Pali. Itu dijawakan. Sehingga orang Jawa di mana-mana itu menganggap wayang itu ya di Jawa. Arjuna itu orang Jawa. Gunung Bromo, di mana-mana ada Gua Kiskendo.
Harkat kebudayaan kita sebagai sebuah bangsa yang otonom itu lahir di Kediri. Itu kenapa bahwa malam ini kita perlu mengadakan ruwatan. Ruwatan itu kan tadi sudah kita jelaskan. Satu bentuk negosiasi, satu bentuk perjanjian ulang. Bahwa saat ini kita masuk milenium kedua, tahun 2000, dimulai dengan kerusuhan 98, sampai sekarang itu belum ada satu kompromi, satu sinkronisasi, sehingga kita sebagai sebuah bangsa itu bisa berjalan baik, itu belum terjadi. Ditambah lagi dengan beban persoalan dunia, Amerika menginvasi Afganistan. Karena di Afganistan itu memiliki cadangan litium terbesar di dunia. Ternyata litium itu tidak berfungsi apa-apa. Karena harus menggunakan pelengkap nikel. Dan nikel itu hanya ada di Indonesia yang terbesar dan kualitas terbaik. Maka Indonesia kembali jadi rebutan.
Ini juga seperti siklus 500 tahunan. Kalau dulu tahun 1500an gitu ya. Kolonialisme datang, sekarang neokolonialisme muncul. Indonesia jadi rayahan (rebutan). Di sisi lain, kita sebagai bangsa ini sudah kehilangan harkat, martabat, kebudayaan. Bagaimana bisa ? Saat ini anak kecil kecil itu belum bisa jalan, belum bisa ngomong, sudah yutub. Minta kuota. Kebutuhan terbesar kita itu ya makani HP. Padahal siapa yang punya pabrik HP ? Siapa yang punya pabrik kuota. Dalam konteks inilah kita sebagai bangsa itu perlu melakukan semacam recognize atau berfikir ulang lalu kemudian menumbuhkan energi baru. Nah kita berharap dari acara yang mungkin kelihatannya kecil sepele seperti ini. Tapi ini gaungnya dunia akhirat insya Allah. Bukan hanya alam manusia. Bila hari ini, mohon maaf ini bukan pesan sponsor, tapi saya pernah ngomong sama Mas Ganjar Pranowo itu. Mas, mimpin Indonesia itu, ora mung mimpin menungsene saja, tapi juga jin setan demit, sak konco-koncon. Kalok orang Islam, masuk WC itu disuruh berdoa. Apa do’anya ? Allahumma inni, audzubika, minal kubusi wal kubais. Setiap WC itu dijaga dua jin, kubais wal kubaisi. Nah, se-Indonesia ini ada berapa WC ? Itu baru jin penjaga WC. Nah, yang jaga batu, jaga pohon, jaga gunung, yang di pojok rumah jenengan, itu juga di hitung. Itu real.
Orang kita beragama disuruh percaya hal yang goib. Minnal innati wanaas itu kan jelas. Kenapa Jin suka di WC ? Karena disitu ada gas, energi, sumber makanan. Jadi semua hal harus kita pertimbangkan. Semua hal harus kita hitung. Semua hal harus kita ukur. Ya, kira-kira begitu. Acara ini nantinya akan bergerak, dari Kediri ini nanti akan ke Jepara. Ada apa di Jepara ? Ratu Sima. Petilasanipun Ratu Sima. Itu sebagai tonggak awal juga sejarah Tanah Jawa. Dan kita tahu di Gunung Muria itu pusatnya uranium. Karena Batan itu bikin PLTN di sana. Jadi kenapa gunung itu menjadi penting salah satu untuk diruwat? Ya karena yang kita ruat ini bukan hanya manusianya, tapi juga seluruh energi, totalitas kehidupan.
Dados mekaten nggeh ke Bapak Ibu, ini kalok kelamaan berdirinya juga capek. Ya minta doa restunya, supaya nanti perjalanan dari satu daerah ke daerah yang lain, satu pula uke pulau yang lain bisa lancar. Yang kedua bahwa akan terjadi harmoni. Tahun depan itu tahun politik. Politik itu ya bisa penting bisa tidak penting. Kalau saya orang Islam itu, Kanjeng Nabi itu ya politik itu tidak penting-penting amat. Beliau meninggal juga tidak menitipkan siapa nanti yang harus. Jadi sukses itu ya dibiarkan saja. Monggo. Itu urusan dunia. Tetapi di sisi lain ini kita sedang betul-betul memasuki fase peralihan. Yang sepuh-sepuh ya sudah mulai uzur. Yang muda-muda mulai naik. Di luar persoalan politik, generasi muda sekarang juga sudah mulai tampil ke permukaan di seluruh lini kehidupan. Nah ini kalau tidak disangoni, tidak dibekali dengan kekuatan energi ruhani, energi spiritual, ya pada akhirnya kita hanya menjadi korban. Korban kemajuan teknologi, korban viralisasi ini itu. Sudah menjadi korban merasa bahagia. Kan repot. Sudah korban terus merasa bahagia. Ruwatan ini saya tidak tahu apakah nanti apakah di seluruh tempat di seluruh Indonesia itu akan menggunakan medium wayang. Tapi dalam konteks kebudayaan Jawa kita tahu bahwa wayang itu kan salah satu puncak kebudayaan Jawa ya. Karena seluruh elemen dihadirkan di situ.
Ya karena sakti saja tidak cukup. Harus orang yang punya kegilaan, extraordinary yang melampaui batasan-batasan.
Kenapa DBN memiliih Dalang mbah Tejo?
Pemilihan dalang Mbah Tejo, Isu Jewa Tejo ini juga menarik. Dalang sakti yang sangat ngeruwat itu ya banyak. Kenapa pilihannya Mbah Tejo ? Ya karena sakti saja tidak cukup. Harus orang yang punya kegilaan, extraordinary yang melampaui batasan-batasan. Dados, Mas Tejo itu kan kita bisa melihat ya, misalnya di acara-acara ya, kayak ILC, selalu punya suara yang berbeda. Dan itu selalu bisa diterima oleh semua kubu. Nah itu menjadi syarat penting, syarat utama, bahwa ini bisa diterima oleh semua pihak. Dados, kagem dalang-dalang yang lain ya, ini bukan masalah apa, tapi bahwa pola komunikasi itu juga menjadi sangat penting. Karena selain unsur-unsur spiritual, supranatural, atau yang kita sebut metafisika itu juga perlu rasionalisasi. Dan kekinian. Tadi kalau kita lihat itu ya, wayangnya itu kan kekinian. Nanti ada jazznya masuk, ada rocknya masuk. Semua energi itu bisa dirangkum dengan baik.
Karena konteks meruwat itu ya sekali lagi, bukan hanya nyenengke demit, nyenengke jin, nyenengke masa lalu, sejarah, tapi juga aspek-aspek kekinian dan yang akan datang. Kira kira begitu, matur nuwun sanget untuk semua pihak yang mendukung acara meniko, terutama ini yang punya isyaroh ini, Gus Benny, dari Pondok Alam Adat dan Budaya Nusantara, kemudian didukung oleh Indika Energi. Mas Teguh, rawuh nopo mboten niki ? Dalam perjalanan. Kalau tanpa beliau juga acara ini tidak bisa terselenggara. Kita punya ide, punya isyaroh ini, ndilalah kok ada yang mau menyambut. Matur nuwun sanget. Karena ya semua jelas berbiaya. Kita mau ke sini ya minimal bensin dan segala macam gitu ya. Nah Alhamdulillah ada yang mendukung. Dan itu sembilan titik di Nusantara tanpa pretensi politik itu kan luar biasa ini. Betul-betul tulus ikhlas. Bahwa ini juga menjadi catatan penting. Tadi juga ditanya. Kok undangannya mboten disebarluaskan ? Ya monggo, seng bade dugi monggo, wong niki Lillahi Ta’ala. Daripada nanti malah dieret-eret kesana kemari buat potret para caleg dan yang lain-lain gitu kan. Ya caleg-caleg mau datang monggo. Sebagai tamu, sebagai hadirin, nek badhe sinau dan nopo diruwat. Ya monggo, nderek. Nek mboten ngebanten opo-opo. Wong acara ini ya tulus ikhlas mawon. Dados mekaten, kadose sampun ya, ya, matur sembah nuwun, Bilahi Taufiq Wal Hidayah, Wssalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.