Tepat 10 hari menjelang pelepasan DBN Ride Borobudur To Berlin tanggal 20 Mei 2024 di komplek Candi Borobudur nanti, Gus Muwafiq menyambangi Pondok Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo, Brangsong Kendal (Kamis 09/06/2024). Kunjungan ini dadakan atau mampir silaturahmi ke salah satu pendiri Daulat Budaya Nusantara, Kyai Paox Iben Muddaffar.
“Saya dikabari, (Mas Paox) itu mau melakukan perjalanan keliling ndunya, untuk apa ? untuk menapak kembali jejak dan asal usul yang ndak terlalu banyak dipikirkan orang. Tapi itu kehidupan, kehidupan peradaban, kehidupan beragama. Terus darimana ? Borobudur sampek Berlin. Lha nek itu sih, saya aja tinggal cita cita. Lha nek sampeyan mau perjalanan itu, saya dukung penuh, bila perlu ora nduwe sangu, aku melu nyangoni, seperti itu” dukung Gus Muwafiq untuk agenda Daulat Budaya Nusantara riding Borobudur To Berlin.
Menurut Gus Muwafiq, perjalanan peradaban yang akan dilakukan Daulat Budaya Nusantara dari Borobudur ke Berlin ini sangat penting, untuk mencatat kronik sejarah nusantara dari sudut pandang bangsa bangsa yang akan dilewati oleh Kyai Paox Iben Mudhaffar dengan mengendarai motor.

“Karena penting, kenapa orang sekarang ini perlu tau, karena dulu ada yang tua sekali, namanya Ptolomeus, bahkan dalam kitab Mambaul Usulul Hikmah di tulis Mbatolomeus, itu melakukan perjalanan yang akhirnya mempetakan (membuat peta dan globe). Jadi perjalanan manusia itu terdokumentasi” jelas Gus Muwafiq kepada jamaah dan santri Pondok Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo.
Seperti diketahui secara umum, Ptolemy adalah orang pertama yang menggunakan garis bujur dan lintang untuk mengidentifikasi tempat-tempat di muka bumi dan menulis sebuah buku The Geographia di mana ia menggambarkan geografi dunia pada masa itu. Peta yang diberikan oleh Ptolemy membentang 180 derajat bujur dari Kepulauan Canary ke Cina, dan 80 derajat lintang dari Arktik ke Hindia Timur. Christopher Columbus dan Magellan telah menggunakan peta dunia versi Ptolemy dalam perjalanan mereka meskipun sangat tidak akurat.
Dalam ceramahnya di Pondok Pesantren Kebudayaan Ndalem Wongsorogo ini, Gus Muwafiq mengamati, sejak jaman dahulu orang Indonesia banyak yang melakukan perjalanan keliling dunia, tapi tidak terdokumentasi. Itu aja bedanya. Jadi perjalanan (mereka) itu ya perjalanan kependekaran, sakti sakti (mereka) sampai Madagaskar, sampai separuh Australia. Tapi tidak membuat catatan apa apa, dan itu menjadi sastra tutur. Nah, dokumentasi dokumentasi masa lalu ini dari kita ndak ada yang nyetet.

“Yang paling saya seneng itu kan, ya ini pas dengan slogan NU yang Merawat Jagat Membangun Peradaban, lho ini pas. Makanya jangan Cuma ke Berlin, sampai ke Maroko, kalok Yaman itu belakangan, tapi Samarkhan penting, jadi Rusia (bangsa Eropa Timur dan Asia Tengah) dengan Indonesia (Nusantara) itu dulu hubungannya seperti apa, harus ada yang mencari tau. Karena apa, karena Alloh itu merintah Jalanlah DI Muka Bumi Ini, tapi tidak semua orang punya nyali untuk melakukan perjalanan, karena manusia itu sendiri perjalanan” terang Da’I yang selalu indentik dengan peci dan sarung putih ini.
Menurut Gus Muwafiq, perjalanan itu perlu ada yang mencatat, sementara sesuatu kalau tidak terdokumentasi, akibatnya dominasi bisa dilakukan oleh siapapun dengan menghilangkan apa yang disebut sebagai pengetahuan, apa yang disebut sebagai sejarah itu terdominasi oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab.
“Penjajahan pengetahuan itu luar biasa kalok tidak ada yang nyatet hari ini. Karena tiba tiba nanti, Indonesia ini, yang segede ini, itu ada orang yang gak pake malu malu, yang bikin merah putih mereka, yang bikin Pancasila mereka, sudah seram. Makanya, Amerika sendiri mendokumentasi, ya yang sederhana aja dari Wild Wild West sampai The Last Mohican. Pendukumentasian itu kalok tidak dilandasi dengan pengetahuan yang mapan ya tersesat, makanya perjalanan Mas Ibnu (pendiri DBN, Paox Iben Mudhaffar) itu nanti untuk mendokumentasi-mendokumentasi (peradaban) itu pentingnya luar biasa’ tutup Gus Muwafiq.
